Skip to main content

Posts

Ia..

Kamu menarik sesuatu dari dalam tubuhnya secara paksa Yang lainnya memasukkan sesuatu dalam tubuhnya secara paksa Ada pula yang menyayatnya Yang lainnya berusaha menyembuhkan dengan membuat luka lain “Agar fokusmu ke sini saja,” ujarnya Kamu mengoyak bagian dalam tubuhnya Yang lainnya mengulitinya “Atur napasmu agar tak terasa,” ujarnya Ia lakukan Semuanya tetap terasa Kamu rendam lengannya dalam air mendidih Sementara lidahnya dibekukan oleh yang lain “Tarik napasmu dalam-dalam, sedikit lagi tuntas,” ujarnya Ia tarik napasnya secara perlahan Tak pernah ada yang tuntas Tahan sejam lagi Tahan sehari lagi Tahan setahun lagi Tahan hingga kamu mati Ia tak pernah mati Semuanya berulang Jeda tak pernah menyembuhkan apa pun Semuanya berulang Tak ada yang pernah berhenti Apalagi membaik Kamu berkata Lalu meminta Memaksa Menusuk hingga berkali-kali Berhenti saat hampir mati Tapi tak pernah mendapatkan kesempatan untuk benar-benar lelap Ia lelah Tapi kamu
Recent posts

Terkunci

Selepas terlelap selama puluhan jam, kumasih belum siap untuk membuka mata Kedua telingaku telah berteriak kesakitan karena terlalu lama tertimpa kepalaku Tidur menghadap kanan atau kiri Kini terlentang Terus memejamkan mata sampai kepala belakangku yang berteriak Setiap bagian tubuh perlahan-lahan dan saling bergantian saling berteriak Bagaimana cara berhenti mendengar teriakan saat telingaku pun tak berhenti meneriakiku Tak lama, air memasuki kamar Aku mendengar tetesan-tetesan air jatuh dari dinding Semakin deras Semakin tergenang Sampai kuterpaksa membuka mata karena sebagian tubuhku sudah tenggelam Tepat saat kuingin membuka kamar, ada seorang laki-laki mengunci kamarku dari luar Ia tertawa menjauh Hilang Aku memaksa membuka pintunya Gagal Aku berteriak Tak ada yang mendengar Aku menangis histeris Tak ada suara apapun dari luar kamarku Setiap bagian dari tubuhku telah berhenti untuk berteriak Pun aku Tak ada orang di luar kamar Tak ada yang mendengar

Membangun Lubang Hitam Bersama

Hitam. Bercak merah. Bercak merah tersebar menimpa kanvas yang beralaskan warna hitam. Dari seluruh lukisan yang ada dalam galeri seni tersebut, mataku tak lepas dari yang satu ini. Ada hal yang menarikku jauh ke dalamnya. “Apa yang kamu rasakan dari lukisan ini?” tanyanya. “Dadaku seperti dipukul berkali-kali. Ia seolah mengisapku. Nampaknya, ia adalah rumahku, rumah yang enggan kuakui,” jawabku. Kami pun cukup lama menatapnya, “aku tak kuat, mari pulang,” ujaku sembari menahan air mata dengan memaksakan diri tersenyum kepadanya. ** Kau, tak jauh berbeda dari lukisan yang terpampang di Galeri Nasional sekitar satu tahun yang lalu. Kau, yang juga menemaniku kala itu. Kau begitu indah, sekaligus menakutkan, selayaknya lukisan itu. Hitam dan merah. Dua warna favoritku. Kau pun begitu nyaman layaknya rumah. Namun, bersama kau pula, aku tak berhenti menggali lubang, mencari jalan keluar. Akku terus menggali, tapi tak pernah kutemukan jalan keluar itu. Aku terus menggali, hi

Danau Buatan

Kuselalu membayangkannya sebagai lautan. Namun, ia tak ubahnya hanyalah sebuah danau buatan. Seketika, danau tersebut menarikku ke memori 14 tahun yang lalu. Kala itu, aku masih mengenakan seragam putih-abu, duduk di batu yang sama, dengan kekasih yang berbeda. Dalam percakapan itu, aku berkisah tentang ketakutanku memasuki dunia kuliah, ketakutanku akan sebuah perubahan, ketakutanku menjadi dewasa. Aku menangis terisak-isak. Ia merangkul dan menenangkanku. Tak lama, ada seorang anak berjualan tisu. Kami pun serentak tertawa. “Kayaknya kamu sangat butuh ini,” ujarnya. Ia menyeka air mataku dengan tisu kering yang baru dibelinya dari bocah seharga Rp 5.000. Ia memelukku, seketika tangisku pun berubah menjadi tawa. Mengingat segalanya kembali, dalam ruang yang sama, dengan waktu yang berbeda, membuatku menyadari seberapa lugunya kisahku dan ia di masa lalu, seberapa membahagiakannya. Mengingatnya kembali, membuatku rindu pada momen itu. Aku tak mungkin rindu pada lelaki itu,

Separuh

Saat semua air mata kutelan sebelum sempat termuntahkanP Ia tenggelam dan kembali tersesat dalam tubuh Berkembang menjadi tumor Memukul dada berkali-kali Menusuk ke segala arah Berkembang biak Menjalar dalam bentuk nanah Tanpa kusadar setengah tubuhku sudah membusuk Setengah akalku sudah mati Sulit untuk berpikir apalagi mengucap Kini aku bergerak tanpa berpikir Tanpa merasa Karena perlahan satu persatu kemampuanku mati Satu persatu organku rusak Setengah busuk Setengah mayat Namun masih bernapas Namun masih berdetak Saat segalanya lebih baik hidup atau mati Bukan begini Bukan setengah setengah Jadi kapan kau segera datang? Kuharap secepatnya karena aku masih ragu untuk menjemputmu Pantaskah kau untuk kujemput?

Bagaimana Keadaannya?

Biarkan aku menceritakan keadaannya kali ini saja Karena mungkin ini yang terakhir, bisa jadi setelah ini ia menghanguskan dirinya Yang jelas ia sulit untuk bercerita, jadi biarkan aku yang menceritakannya Ia takut cahaya Ia takut terlihat Karena rupanya yang tak indah Karena dirinya yang terlihat aneh Karena hidupnya yang terlampau janggal Kira-kira itu yang ia rasakan setiap saatnya, walau di mata orang lain ia biasa saja Ia selalu bergerak dalam ketakutan Menghindari percakapan terlalu dalam Jangan menyelam ke dalam dirinya Mari bermain di kolam cetek karena ia akan tenggelam saat berbicara hal-hal yang terlalu personal Setiap malamnya ia menangis Terkadang pun pagi Atau siang Entah Waktu menjadi patokan yang tidak tepat saat jam tidur pun tak karuan Ia sangat sering menangis Entah kenapa Seringnya atas segala sesuatu yang dimunculkan oleh pikirannya sendiri Ia tak mampu membicarakannya karena hal tersebut terlalu sepele "Aku pernah mengalami yang leb

Memuntahkan Emosi ke Karya

Sekitar seminggu terakhir, saya kesulitan untuk beraktivitas atau melakukan apa pun. Biasanya menulis menjadi salah satu pilihan saya untuk memuntahkan emosi atau tekanan saat dalam keadaan tidak stabil dan sulit untuk mengerjakan tanggung jawab. Namun pada hari kemarin, untuk menulis pun, saya sulit. Saya mencoba cara lain untuk memuntahkannya, yakni dengan membuat video. Video ini saya buat saat seharusnya saya membuka file skripsi. Dengan membuat video ala kadarnya ini, emosi saya bisa menjadi stabil kembali. Bagi kalian yang memiliki persoalan yang sama dalam menghadapi mood swing dan juga bukan tipe orang yang mampu menceritakan permasalahan ke orang lain, siapa tahu cara serupa dapat membantu :)