Skip to main content

They are beautiful on their own way!

Okay, tadi pagi sejujurnya gua bangun super kesiangan sekitar jam 8, dan emang niatnya gakmau kemana-mana. Niatnya mau nyari model kebaya buat perpisahan, print-out note sebuah lagu dan ngepelajarinnya, lanjutin fiction writing, dan baca buku, yaa semua kegiatan untuk diri sendiri intinya (karena kebetulan emg lagi gakada duit, berhubung liburan uang jajan juga libur). Pas lagi sarapan tiba-tiba keinget Vidia (temen parkour) dan Diana Nora (temen fiction writing) ngasih tau kalo seminggu ini lagi ada acara DocNet Southeast Asia (yang sejujurnya aku juga gaktau acara apa) dari kedutaan Jerman setiap jam 9-12 pagi, alhasil gua langsung rapih-rapih, dan dengan uang super pas-pasan nyampelah di Binus (fx).

Ternyata pas nyampe itu acara ChopShots 2014 dimana merupakan festival film dokumentasi Info lengkapnya ya cek aja sendiri di http://www.goethe.de/ins/id/lp/prj/dns/csf/enindex.htm

Pas nyampe disana (jam 10, telat banget!!), ketemu orang yang lagi nunggu di depan ruang workshopnya juga, dia telat juga ternyata!! Pas ngobrol-ngobrol ternyata dia assisten fotografer acara itu, namanya Bonar. Pas gua masuk ruangan, gua masih belom bener-bener tau acara itu tentang apa, dan ngomongin apa, gua duduk di salah satu kursi.

Pengisi workshopnya Produser film dari Korea Selatan, namanya Min-Chul Kim, dia sempet nyeritain gimana usaha dia buat jadi produser. Dia (kalo gaksalah) tiga kali di dropout, daaaan, dia gak berenti disitu. Dia gak pernah kuliah tentang perfilman, bahkan sebelumnya dia (gua lupa kerja atau milikin) club tapi bisa jadi produser, loh gimana bisa? Yah, panjang banget pokoknya ceritanya, yang jelas dia dia belajar dari pengalaman, jadi dia dapet ilmu dari apa yang dia praktekin. Sekilas pembicaraan gua sama dia sore tadi:
"yeah, but I never made a big one"
"no problem at all! Every producer, or  professional director do it by making a short movie first. Every tree or forest began with a very small seed"
Dia juga sempet cerita, ada posisi dimana dia masih belom dikenal
"Like on that event, everybody now everybody, except me. Then when I try to say Hey and they was like oh hey then turned their face again. I was felt like shit in there. But when they knew I got the nomination, everybody came to me.", Well, success is the best revenge.

Di celah istirahat gua ngobrol sama salah seorang fotographer jurnalist dari Amerika, yang ternyata dia ke Jakarta cuma untuk acara itu. Dia sempet cerita-cerita tentang kuliahnya, yang ternyata emang ada jurusan yang khusus dari tahun pertamanya ngepelajarin tentang photographic jurnalism, spesifik banget ya? Yep, makanya dia bilang lulusan angkatan dia cuma 30 orang. Dia sekarang kerja  sebagai fotographer di Lonely Planet juga, aku kira pasti seru kan jalan-jalan melulu
"No! Big no! When the papers publish the pictures, and say like 'come on, spends you holiday here' or 'it's a good place to spend your time', I would say no! Because I hate shooting building, or scene, but I got money from it. I like shooting an emotion, or culture".

Disana gua ketemu banyak lagi orang dengan latar belakang dan pekerjaan yang super beda-beda. Ada anak dari Jogja yang kuliahnya hubungan internasional dan malah nyangsang ke dunia perfilman, sama kayak anak dari Kamboja yang kuliahnya perbankan dan ujung-ujungnya juga ke dunia perrfilman. Dari workshop dan kelas singkat hari ini, berasa dapet banyak banget ilmu.

Pas pulang sempet diajak buat lanjut nonton pemutaran film "Jalanan" di kedutaan Jerman, pengen banget lanjut! Tapi apa boleh buat, telpon udah geter mulu, sms gak berenti
"Fadia buruan pulang udah mendung"
"Fadia buruan pulang udah ampir isya"
"Fadia udah dimana sih? katanya mau pulang siang"
yaa semacam itulah pokoknya. Alhasil dari situ pulang naik busway, dan turun di Semanggi. Setelah nunggu transjakarta di Semanggi yang tak kunjung datang sekitar satu jam-an, akhirnya mudur dan nyerah. Niatnya mau naik taxi, bahkan udah sampe nyuruh satpam Semanggi nyariin taxi, tapi apa boleh buat, tiba-tiba bis dengan tulisan Pasar Minggu bernomor 840 (kalo gak salah) lewat. Berhubung dompet kritis, dan ini liburan panjang tanpa uang jajan, jadi, ya anggeplah Pasar Minggu sama Pasar Rebo sama, maaf ya pak satpam.

Pas naik bis itu, kebetulan ada tempat duduk yang kosong, beberapa sebelahnya keisi sama muka-muka preman, dan ada satu yang keisi sama cewek muka kuliahan gitu, kulitnya putih, sipit, manis, kurus, rambut item lurus sebahu, baik-baiklah tampangnya (emang gak boleh ngejudge dari penampilan sih, tapi gimana dong, yang pertama keliatan penampilannya). Alhasil, gue duduk sebelahnya. Di tengah-tengah perjalanan, gua ngebuka whatsapp (atau sms, lupa) dari ayah, tiba-tiba cewek di sebelah gue nanya,
"Kok hp-nya pake bahasa Rusia?"
Bisa dibilang dari situ pembicaraan bermula. Ternyata gak salah duduk sebelah dia, karena dia beneran bukan preman sesuai dengan tampaknya, jadi untuk kasus ini, Judge people by their cover! Ternyata dia anak UKI jurusan hubungan internasional semester 8, dan dia bisa bahasa Spanyol, juga lagi belajar bahasa Rusia. Dia juga anggota senat, dan dia juga nyaranin "Kalo udah kuliah ntar, ikutin organisasi-organisasi, banyak banget pengalaman yang kamu dapetin dari situ!", Noted! Dia asalnya dari Manado, dan punya adik yang seangkatan sama gue. Disini dia tinggal sendiri, ngekos tepat di seberang UKI.

Setelah naik bis, akhirnya pun nyerah nunggu angkot jurusan Cawang, dan memutuskan naik ojek. Pas lagi nyari ojek (Ditemenin cewek Manado baik hati itu, lupa namanya siapa), tiba-tiba ada satu tukang ojek yang tau rumah gue, serem banget! Dia tiba-tiba nyeletuk diantara kawanan tukang ojek,
"Yang rumahnya di Condet ya mbak?", oke itu beneran serem.
"Loh kok tau kok mas?"
"Kan waktu itu pernah nganterin ke monas"
Gua jadi inget, dan berasa flashback. Sekitar bulan Agustus pas pendaftaran ulang lomba lari, dia yang nganterin, dan dia rela dibayar 20rb dari kp.Melayu ke Monas!! (murah gak sih?) Disitu dia cerita tentang anak pertamanya tang udah sekolah militer, dan impiannya yang tinggi buat anak-anaknya,
"Saya sih gak masalah jadi tukang ojek, yang penting anak-anak saya sukses"

And what I'm trying to say
semua orang itu unik, dengan latar belakang dan profesi mereka masing-masing. 
Mungkin ini beberapa gambar ala tumblr yang bisa ngegambarin posisi kita:




Comments

Popular posts from this blog

Rekonstruksi Realitas Dalam The Truman Show

     The Truman Show merupakan film yang mencerikatan tentang bagaimana seorang lelaki, Truman Burbank (Jim Carrey), yang sebenarnya lahir, dan tumbuh dalam pertunjukan televisi. Pada akhir filmnya, Truman berusaha untuk mengetahui batas “panggung” pertunjukannnya, dan keluar dari pertunjukan televisi tersebut. Pengambilan sudut pandang kamera dalam film ini juga menggunakan sudut pandang kamera tersembunyi. Sepanjang film juga ditayangkan iklan (beer, coklat) untuk memperjelas posisinya sebagai pertunjukan televisi komersial.   The Truman Show secara tersirat juga menggambarkan bagaimana realitas yang ada di sekeliling kita, sejak kita lahir hingga tumbuh dewasa, merupakan hasil konstruksi yang dibuat oleh orang-orang di sekitar kita. Kita memercayai sesuatu ketika banyak orang yang juga percaya akan hal itu. Seperti yang dikatakan Christof, “we accept the reality of the world with whick we’re presented. It’s as simple as that” [ Scene ketika Cristof menjelaskan Mika, mengapa Truman

Komentar terhadap Paradigma Naratif

Rangkuman Paradigma naratif merupakan salah satu teori yang ditemukan oleh Walter Fisher di mana manusia dipercaya sebagai makhluk pencerita, dan pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita. Manusia cenderung lebih mudah terbujuk oleh cerita yang bagus daripada argumen yang bagus. Menceritakan kisah juga merupakan esensi dari sifat dasar manusia. Lahirnya paradigma naratif menyebabkan pergeseran paradigma, di mana sebelumnya masyarakat secara umum lebih sering menggunakan paradigma rasional. Keduanya seringkali dijadikan pembanding dan untuk membedakan, di mana paradigma rasional seringkali dimaknai dengan logos sebagai logika, dan paradigma naratif dengan mitos sebagai kisah dan emosi. Paradigma naratif memberikan sebuah alternatif dari paradigma dunia rasional tanpa menegasi rasionalitas tradisional. Fisher juga menegaskan bahwa cerita, atau mitos, terkandung di dalam semua usaha komunikasi manusia (bahkan yang melibatkan logika) kare

Arranged: Menghidupkan Tradisi dalam Masyarakat Plural

Perbenturan budaya, dalam konteks positif ataupun negatif, dalam kota metropolitan menjadi hal yang biasa terjadi. Film Arranged yang ditulis oleh Stefan Schaefer menghadirkan fenomena ini dalam bentuk persahabatan antara Rochel Meshenberg, seorang Yahudi Ortodoks, dengan Nasira Khaldi, seorang Muslim keturunan Suria. Brooklyn, New York, menjadi latar belakang dari berlangsungnya hubungan mereka. Film independen asal Amerika yang diproduksi oleh Cicala Filmworks ini membuka narasi dengan menunjukan bagaimana Rochel dan Nasira yang bekerja sebagai guru baru di sebuah sekolah umum menghadirkan identitas yang berbeda dari guru-guru lainnya. Identitas Yahudi dan Islam yang dihadirkan sempat dijadikan sorotan oleh murid-murid dan kepala sekolah mereka. Persahabatan mereka pun diwarnai dengan bagaimana mereka bercerita tentang tradisi yang dimiliki masing-masing, hingga masalah perjodohan beserta dilemanya yang dimiliki keduanya. Rochel sebagai Yahudi Ortodoks harus menentukan pilihan atas