Skip to main content

The More You Think You Know, The Easier It'll Be To Fool You


Sebuah ungkapan dari film Now You See Me yang menegaskan semakin kita yakin dengan apa yang kita lihat, semakin kita mudah dibodohi oleh hal tersebut. Dalam tulisan ini, saya tidak akan berbicara mengenai permainan sulap, melainkan bagaimana kita mempersepsi jagat raya.


Banyak pertanyaan yang sering muncul mengenai kehidupan kita, seperti apa sebenarnya saya? Apakah yang dimaksud dengan eksistensi? Apa esensi dari eksistensi saya? Banyak pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban yang tiada akhirnya. Apa sebenarnya hal yang disebut saya? Dimana posisi kita di dunia ini? Apa yang disebut dunia? Apa yang disebut jagat raya? Apakah ada kehidupan di luar bumi? Apakah ada yang dinamakan alien? Seluruh pertanyaan-pertanyaan ini muncul dari otak kita, dan tentu kita akan berusaha menjawabnya dengan otak kita pula, melalui kegiatan berpikir.

Otak merupakan induk dari segala topik, sekaligus organ atau alat yang memproses segala informasi yang ditangkap oleh panca-indera kita. Informasi-informasi ini kemudian menjadi database. Setiap informasi yang baru akan diproses menggunakan database yang telah tersimpan sebelumnya. Bahkan, otak kita sudah dimasuki database sejak kita masih di rahim. Bagaimanapun, otak merupakan sesuatu yang sangat rumit, ia yang membuat kita merasakan cinta, marah, membuat seseorang menjadi jahat, dan sebagainya.

Kita banyak berbicara mengenai otak, tetapi apa sebenarnya otak? Bagaimana rupa dari otak?


Di sebelah kiri terdapat sebuah gambaran mengenai bentuk otak yang diketahui banyak orang. Sebuah gumpalan daging yang berada dalam tengkorak kepala manusia. Sebuah bentuk yang mampu kita interpretasikan melalui penglihatan. Namun, apakah bentuk otak benar-benar seperti ini?



Di sebelah kanan, terdapat sebuah gambaran lain mengenai bentuk otak. Gambaran dari dimensi neuron. Di sini, otak digambarkan sebagai sebuah jaringan yang saling tersambung dan dihubungkan melalui sinyal-sinyal, juga terlihat adanya gerakan electrical.


Kini di sebelah kiri terdapat gambaran mengenai otak bila dilihat dari dimensi atom. 









Ini merupakan dimensi terakhir yang akan saya sampaikan di mana otak digambarkan melalui dunia quantum. Pada dimensi ini, otak sudah kehilangan sifat materialnya. Bahkan, seluruh tubuh kita terdiri dari sekumpulan ide dan data. Tidak ada lagi individu, organ, ataupun struktur, kita hanya berdiri sebagai data dan informasi. Segala pemikiran dan informasi dalam dunia ini bersifat kekal. Jadi, sekalipun secara materi kita sudah mati, informasi dan pemikiran kita tetap hidup di sekeliling.

Coba pikirkan ulang, apakah segala hal tersebut benar-benar berada dalam dimensi yang berbeda dengan kita? Tidak. Eksistensi merupakan satu-kesatuan. Segala dimensi tadi merupakan satu-kesatuan yang berlangsung dalam ruang dan waktu yang sama. Otak manusialah yang membagi-baginya dan memberinya label seolah menjadi bagian dari yang lain. Manusia membaginya berdasarkan panjang gelombang.






Dari berbagai macam panjang gelombang yang ada, manusia hanya memiliki kemampuan untuk melihat dengan jangkauan antara 380 nm hingga 780 nm. Jadi, segala sesuatu yang ditangkap oleh pupil kita, diinterpretasikan oleh otak, dan dibentuk menjadi ilusi mengenai dunia hanya sebatas panjang gelombang tersebut. Kita melihat jagat raya ini seperti mengintip sebuah istana besar melalui lubang kecil, di mana kita mungkin melihatnya hanya sebagai sebuah lorong, atau malah tempat tidur mewah maupun kolam renang.


Namun, apa yang terjadi dengan jagat raya yang selama ini kita ketahui bila kita melihatnya keluar dari kemampuan pupil kita menangkap panjang gelombang? Mungkin letak galaksi akan tetap sama, tapi mungkinkah bentuknya berubah? Mungkin galaksi yang kita bicarakan sekarang ini akan menjadi sangat berbeda. Bagaimana dengan black hole, worm hole, atau white hole? Dalam jagar raya, terdapat ruang yang menjadi pemisah antara satu planet dengn planet lainnya, galaksi dengan galaksi lainnya, tapi apakah ruang tersebut benar-benar kosong? Mungkin suatu hari, pendapat Aristoteles dan Decrates mengenai tidak adanya ruang kosong akan terbukti. 

Lantas, apakah segala sesuatu bumi dan isinya sama seperti sebuah realitas yang kita percaya sekarang?

Pada dasarnya kita tidak pernah mengetahui realitas secara menyeluruh. Segala sesuatu yang kita lihat merupakan ilusi yang dibangun oleh otak kita berdasarkan persepsi yang kita pilih untuk membentuk dunia. Kita semua seakan tinggal dalam otak kita. Otak kita merupakan dunia kita. Layaknya ketika kita bermimpi, dunia yang dibangun merupakan ulah dari otak. 

Bagaimana dengan realitas?

Realitas merupakan sesuatu yang nyata dan dekat dengan kita. Bahkan, manusia merupakan bagian dari realitas itu sendiri. Hanya saja, realitas mengenai jagat raya, bahkan diri kita sendiri, secara menyeluruh, merupakan sesuatu yang jauh dari yang kita bayangkan sekarang. Namun, kita dapat terus mengkonstruksi ulang pemikiran mengenai realitas melalui potongan-potongan informasi yang kita dapatkan. Membiasakan untuk terus mengevaluasi pemikiran mengenai realitas. Dengan hal ini, kita juga dapat menyadari bagaimana otak kita mengontrol kita ketika kita berpikir ketika kita berpikir bahwa kitalah yang mengontrol otak kota. Otak terus membuat keputusan dan pemikiran, tapi kitalah yang mengambil hal ciptanya.



---


Comments

Popular posts from this blog

Rekonstruksi Realitas Dalam The Truman Show

     The Truman Show merupakan film yang mencerikatan tentang bagaimana seorang lelaki, Truman Burbank (Jim Carrey), yang sebenarnya lahir, dan tumbuh dalam pertunjukan televisi. Pada akhir filmnya, Truman berusaha untuk mengetahui batas “panggung” pertunjukannnya, dan keluar dari pertunjukan televisi tersebut. Pengambilan sudut pandang kamera dalam film ini juga menggunakan sudut pandang kamera tersembunyi. Sepanjang film juga ditayangkan iklan (beer, coklat) untuk memperjelas posisinya sebagai pertunjukan televisi komersial.   The Truman Show secara tersirat juga menggambarkan bagaimana realitas yang ada di sekeliling kita, sejak kita lahir hingga tumbuh dewasa, merupakan hasil konstruksi yang dibuat oleh orang-orang di sekitar kita. Kita memercayai sesuatu ketika banyak orang yang juga percaya akan hal itu. Seperti yang dikatakan Christof, “we accept the reality of the world with whick we’re presented. It’s as simple as that” [ Scene ketika Cristof menjelaskan Mika, mengapa Truman

Komentar terhadap Paradigma Naratif

Rangkuman Paradigma naratif merupakan salah satu teori yang ditemukan oleh Walter Fisher di mana manusia dipercaya sebagai makhluk pencerita, dan pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita. Manusia cenderung lebih mudah terbujuk oleh cerita yang bagus daripada argumen yang bagus. Menceritakan kisah juga merupakan esensi dari sifat dasar manusia. Lahirnya paradigma naratif menyebabkan pergeseran paradigma, di mana sebelumnya masyarakat secara umum lebih sering menggunakan paradigma rasional. Keduanya seringkali dijadikan pembanding dan untuk membedakan, di mana paradigma rasional seringkali dimaknai dengan logos sebagai logika, dan paradigma naratif dengan mitos sebagai kisah dan emosi. Paradigma naratif memberikan sebuah alternatif dari paradigma dunia rasional tanpa menegasi rasionalitas tradisional. Fisher juga menegaskan bahwa cerita, atau mitos, terkandung di dalam semua usaha komunikasi manusia (bahkan yang melibatkan logika) kare

Arranged: Menghidupkan Tradisi dalam Masyarakat Plural

Perbenturan budaya, dalam konteks positif ataupun negatif, dalam kota metropolitan menjadi hal yang biasa terjadi. Film Arranged yang ditulis oleh Stefan Schaefer menghadirkan fenomena ini dalam bentuk persahabatan antara Rochel Meshenberg, seorang Yahudi Ortodoks, dengan Nasira Khaldi, seorang Muslim keturunan Suria. Brooklyn, New York, menjadi latar belakang dari berlangsungnya hubungan mereka. Film independen asal Amerika yang diproduksi oleh Cicala Filmworks ini membuka narasi dengan menunjukan bagaimana Rochel dan Nasira yang bekerja sebagai guru baru di sebuah sekolah umum menghadirkan identitas yang berbeda dari guru-guru lainnya. Identitas Yahudi dan Islam yang dihadirkan sempat dijadikan sorotan oleh murid-murid dan kepala sekolah mereka. Persahabatan mereka pun diwarnai dengan bagaimana mereka bercerita tentang tradisi yang dimiliki masing-masing, hingga masalah perjodohan beserta dilemanya yang dimiliki keduanya. Rochel sebagai Yahudi Ortodoks harus menentukan pilihan atas