Skip to main content

  Originalitas yang Palsu ; Objektivitas yang Subjektif

 
“We die to each other daily. What we know of other people is only our memory of the moments during which we knew them. And they have changed since then. To pretend that they and we are the same is a useful and convenient social convention which must sometimes be broken. We must also remember that at every meeting we are meeting a stranger,”potongan kalimat dari T.S. Eliot dalam karyanya, The Cocktail Party.

Manusia senantiasa berubah setiap saat. Setiap momen yang dilewati, baik yang memmbahagiakan, maupun menyakitkan, setiap buku, film, dan media yang dikonsumsi, bahkan percakapan, merupakan titik-titik perubahan yang ditamparkan ke kita, baik disadari maupun tidak. Perubahan-perubahan ini dapat berupa perubahan fisik, pemikiran, paradigma dalam berpikir, hingga perspektif kita mengenai hal-hal kecil. Hal ini juga memengaruhi pemikiran kita mengenai mana yang baik, dan mana yang buruk, mana yang layak, dan mana yang tidak layak.

Frame of Reference (FOR), dan Field of Experience (FOE), merupakan hal-hal yang membentuk cara kita berpikir, dan persepsi kita tentang segala sesuatu yang kita lihat, baca, pernah diasup. FOE ialah pengalaman yang pernah terjadi ke individu. Keduanya, memengaruhi cara pandang seorang individu. Jadi, kedua hal inilah yang mampu membentuk seseorang.

Melalui pengertian-pengertian di atas, dapat dikatakan cara pandang atau persepsi seseorang bersifat sangan pribadi dan subjektif. Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda diakibatkan pengalaman dan referensi yang berbeda-beda. Sehingga, segala sesuatu yang kita katakan, tulis, dan sebagainya, merupakan cerminan atau hasil dari referensi dan pengalaman yang kita miliki, baik kita menyadarinya, atau tidak. Semua yang kita cetuskan saling berkaitan dengan memori yang telah kita resap sebelumnya. Kita hidup berdasarkan persepsi yang kita bentuk, bukan realitas yang sebenarnya. Mata dan otak kita membentuk dunia di sekeliling kita.

Pemilihan diksi, warna, dan sebagainya merupakan dampak dari apa yang kita tangkap. Sehingga, pada dasarnya, segala sesuatu mengandung sifat subjektivitas di dalamnya. Bahkan berita yang dihasilkan pers, tidak pernah ada yang bersifat objektif secara mutlak. Segala pemilihan kata, dan sudut pandang penceritaan kejadian, dipengaruhi oleh FOE dan FOR dari wartawan teersebut.

Comments

Popular posts from this blog

Rekonstruksi Realitas Dalam The Truman Show

     The Truman Show merupakan film yang mencerikatan tentang bagaimana seorang lelaki, Truman Burbank (Jim Carrey), yang sebenarnya lahir, dan tumbuh dalam pertunjukan televisi. Pada akhir filmnya, Truman berusaha untuk mengetahui batas “panggung” pertunjukannnya, dan keluar dari pertunjukan televisi tersebut. Pengambilan sudut pandang kamera dalam film ini juga menggunakan sudut pandang kamera tersembunyi. Sepanjang film juga ditayangkan iklan (beer, coklat) untuk memperjelas posisinya sebagai pertunjukan televisi komersial.   The Truman Show secara tersirat juga menggambarkan bagaimana realitas yang ada di sekeliling kita, sejak kita lahir hingga tumbuh dewasa, merupakan hasil konstruksi yang dibuat oleh orang-orang di sekitar kita. Kita memercayai sesuatu ketika banyak orang yang juga percaya akan hal itu. Seperti yang dikatakan Christof, “we accept the reality of the world with whick we’re presented. It’s as simple as that” [ Scene ketika Cristof menjelaskan Mika, mengapa Truman...

Are We Really Change?

“You have changed” “You’re not the same person I used to know” “Now you’re just somebody that I used to know” Those lines that we used to hear in each critical conflict between couple, bestfriend, or I should said in a dramatical situation. Sometimes, change could be a big challenge, that you have to sacrifice something important in your life, saying yes to one thing that means no to many things, standing on the different perspective of your life. If we looked into how a person that totally out of shape of his body could turned into a deadly strong and shaped one. How? Sacrifice. He sacrifice his time, fatigue, he conquered himself to be a better one. He believed that you don’t have to be great to start, but you have to start to be great. He believed in progress, that everything has a process. The more he trained, the bigger progressed he will received. Train makes progress, progress makes perfect. The more you open your mind, the more often you change your perspecti...

Shattered Glass dan Jurnalistik

  Film Shattered Glass (2003) yang disutradai Billy Ray ini menceritakan tentang seorang jurnalis muda bernama Stephen Glass (Hayden Christensen) yang bekerja di New Republic. Harian New Republic ini lebih cenderung ke arah politik, dan menjadi media acuan para petinggi politik dan pihak kepresidenan. Film ini memberikan perspektif bagaimana cerita di ruang editorial koran ini sendiri. Ketegangan ini bermula ketika pihak hotel menelpon pihak koran mengenai detail dalam berita tulisan Stephen yang dinilai salah. Micheal, selaku editor dalam struktur redaksi tersebut, memanggil Stephen untuk memastikan tulisannya. Stephen akhirnya mengaku, dia tidak memverifikasi data tersebut kembali, melainkan hanya menyimpulkan apa yang dia lihat dan menjadikannya sebagai fakta untuk bahan berita. Micheal tidak memecat Stephen atas apa yang ia lakukan. Micheal memang dikenal dalam lingkup redaksi tersebut sebagai sosok editor yang selalu melindungi pegawainya atas karya-karya mereka, dan bertanggu...