Skip to main content

Liputanlah! Ngapain Lagi?


"Ayiii!"
"Eh, Fadia!"
"Lagi ngapain di sini, Yi?"
"Liputanlah! Ngapain lagi coba?"

Sekilas percakapan antara saya dengan teman seperjuangan di kelas Jurnalistik, Fikom, Unpad, ketika secara tidak sengaja berpapasan di salah satu mall di kota kembang sore tadi. Percakapan semacam ini tidak lagi menjadi hal yang kebetulan. Selama kuliah di jurusan yang berkali-kali membuat saya melek hingga pagi dan lupa makan ini berpapasan dengan senior atau teman seangkatan di jalan entah-berantah karena sama-sama sednag liputan sudah menjadi hal yang biasa.

"Lah elu, lagi liputan ya pasti?"
"Iya"
"Buat tugas apa?"
"Radio, lu?
"Reportase"

Sebrengsek-brengseknya anak jurnal, ya hanya mereka yang mengerti perjuangannya di jurusan dengan kiblat sembilan elemen jurnalisme ini. Entah berapa kali saya meneteskan air mata selama kuliah di sini, yang pastinya jurusan ini berhasil membuat lebih banyak tawa dan canda di dalamnya. Hanya mereka yang mengerti rasanya capek liputan, terlantar di kota lain, tidur di musholla atau McD karena sudah terlalu larut untuk pulang, rasanya melek hingga matahari terbit karena dikerjain sama "tugas apre abang" dan langsung ke kampus, rasanya dilema antara menggunakan waktu sepuluh menit untuk mandi atau tidur kembali, ditekan deadline, dikasih harapan palsu sama narasumber, dikacangin narasumber, duit abis buat ongkos, dan sebagainya.

Ketika menonton drama Korea Pinocchio yang salah satu scene-nya menggambarkan betapa kerasnya perjuangan seorang gadis, reporter, ketika ia tetap memaksakan diri untuk liputan dalam keadaan kaki lecet. Ah, betapa dilebihkannya hal kecil itu. Menjadi mahasiswa di jurnalistik justru memaksa saya untuk lari mengejar bis dalam keadaan telapak tulang sedang patah, dan liputan tersebut tidak mungkin berhasil jika tidak ada salah seorang tema saya (Tyo) yang anehnya mau menemani saya hingga akhir. Liputan KAA bersama sekitar lima orang lainnya yang memaksakan kami untuk sama-sama tidur di McD Simpang Dago dan mengisi waktu hingga fajar terbit kembali dengan bermain jujur-jujuran dan membuat video. Momen lain ketika "tugas apre abang" menyerang" dan kami justru karokean lagu Kolor V hingga dekat deadline dan "panik alay" ketika mendengar azan subuh yang berarti sudah hampir memasuki waktu batas pengumpulan. Semakin banyak tugas yang hadir justru semakin banyak hal-hal dan ide-ide aneh-liar yang kami kerjakan. Terlalu banyak momen yang tidak bisa diungkapkan dan hanya menimbulkan tawa ketika kami mengingatnya kembali. 

Yang aku tahu hanyalah mereka yang aku datangi kala aku jatuh cinta ataupun patah hati, ketika aku bingung akan keberadaan Tuhan ataupun ketika aku menemukan-Nya, ketika aku marah ataupun senang. Yang aku tahu mereka adalah sekelompok orang dengan warna yang sangat berbeda, pemikiran super unik dan aneh, bahkan terlalu abstrak untuk dideskripsikan. Untungnya mereka memiliki pemikiran yang terbuka dan toleransi yang tinggi hingga di hitam dapat menerima dan mencoba mengerti si putih, begitupun sebaliknya. Semoga miniatur dari kehidupan yang kita latih di kampus kelak menjadi pelajaran yang bermanfaat kala kita terapkan di dunia nyata.
"Mah, Fadia berasa dapet keluarga kedua di sini,"

"Mereka bukan keluarga kedua Fadia, tapi keluarga baru Fadia"

Comments

Popular posts from this blog

Rekonstruksi Realitas Dalam The Truman Show

     The Truman Show merupakan film yang mencerikatan tentang bagaimana seorang lelaki, Truman Burbank (Jim Carrey), yang sebenarnya lahir, dan tumbuh dalam pertunjukan televisi. Pada akhir filmnya, Truman berusaha untuk mengetahui batas “panggung” pertunjukannnya, dan keluar dari pertunjukan televisi tersebut. Pengambilan sudut pandang kamera dalam film ini juga menggunakan sudut pandang kamera tersembunyi. Sepanjang film juga ditayangkan iklan (beer, coklat) untuk memperjelas posisinya sebagai pertunjukan televisi komersial.   The Truman Show secara tersirat juga menggambarkan bagaimana realitas yang ada di sekeliling kita, sejak kita lahir hingga tumbuh dewasa, merupakan hasil konstruksi yang dibuat oleh orang-orang di sekitar kita. Kita memercayai sesuatu ketika banyak orang yang juga percaya akan hal itu. Seperti yang dikatakan Christof, “we accept the reality of the world with whick we’re presented. It’s as simple as that” [ Scene ketika Cristof menjelaskan Mika, mengapa Truman

Komentar terhadap Paradigma Naratif

Rangkuman Paradigma naratif merupakan salah satu teori yang ditemukan oleh Walter Fisher di mana manusia dipercaya sebagai makhluk pencerita, dan pertimbangan akan nilai, emosi, dan estetika menjadi dasar keyakinan dan perilaku kita. Manusia cenderung lebih mudah terbujuk oleh cerita yang bagus daripada argumen yang bagus. Menceritakan kisah juga merupakan esensi dari sifat dasar manusia. Lahirnya paradigma naratif menyebabkan pergeseran paradigma, di mana sebelumnya masyarakat secara umum lebih sering menggunakan paradigma rasional. Keduanya seringkali dijadikan pembanding dan untuk membedakan, di mana paradigma rasional seringkali dimaknai dengan logos sebagai logika, dan paradigma naratif dengan mitos sebagai kisah dan emosi. Paradigma naratif memberikan sebuah alternatif dari paradigma dunia rasional tanpa menegasi rasionalitas tradisional. Fisher juga menegaskan bahwa cerita, atau mitos, terkandung di dalam semua usaha komunikasi manusia (bahkan yang melibatkan logika) kare

Arranged: Menghidupkan Tradisi dalam Masyarakat Plural

Perbenturan budaya, dalam konteks positif ataupun negatif, dalam kota metropolitan menjadi hal yang biasa terjadi. Film Arranged yang ditulis oleh Stefan Schaefer menghadirkan fenomena ini dalam bentuk persahabatan antara Rochel Meshenberg, seorang Yahudi Ortodoks, dengan Nasira Khaldi, seorang Muslim keturunan Suria. Brooklyn, New York, menjadi latar belakang dari berlangsungnya hubungan mereka. Film independen asal Amerika yang diproduksi oleh Cicala Filmworks ini membuka narasi dengan menunjukan bagaimana Rochel dan Nasira yang bekerja sebagai guru baru di sebuah sekolah umum menghadirkan identitas yang berbeda dari guru-guru lainnya. Identitas Yahudi dan Islam yang dihadirkan sempat dijadikan sorotan oleh murid-murid dan kepala sekolah mereka. Persahabatan mereka pun diwarnai dengan bagaimana mereka bercerita tentang tradisi yang dimiliki masing-masing, hingga masalah perjodohan beserta dilemanya yang dimiliki keduanya. Rochel sebagai Yahudi Ortodoks harus menentukan pilihan atas