Skip to main content

Bebaskan Aku

Suatu sore, wanita yang pernah membawaku dalam kandungannya selama sembilan bulan menanyakanku hal yang selalu ia pertanyakan tiap kali menemuiku,

"Mau teh atau kopi?"

"Teh, Ma," jawabku menyesuaikan mood untuk berbicara santai atau serius. Bagiku, pilihan minuman, panas atau dinginnya, selalu ikut campur dalam percakapan antar dua insan yang sedang bercengkrama. Wanita ini memang unik, atau hubungan kami yang unik. Kami jarang bersapa atau bertatap muka, tapi setiap kali bertemu seolah ia adalah sahabat lama yang hapal setiap jejak hidupku. Mungkin ikatan yang ada selama sembilan bulan bersama tidak berbohong.

Sore itu, aku yang masih dalam keadaan keringat dari seragam putih-biruku, mengawali pembicaraan tentang betapa aku penasaran dan peduli akan "human trafficking". Aku menunjukkan beberapa artikel, serta menceritakan beberapa cerita dan film yag kutemui dengan tema itu. Ia terus mendengarkanku. Pada akhir ceritaku, ia berkomentar dan menceritakan pengalamannya dengan salah seorang korban.

Seorang gadis remaja dalam umurnya yang masih belasan telah pekerja sebagai pekerja seksual sejak kecil. Ia tidak tahu siapa keluarganya, ataupun dari mana ia berasal. Hanya satu hal yang ia tahu, dulu sewaktu kecil ia pernah bahagia. Bahagia dalam kesederhanaan hidupnya bersama keluarga di kampung halamannya yang kini entah berantah. Kini ia terperangkap dalam dunia gemerlap dan mewah di mana setiap saatnya ia harus rela digeledah sekujur tubuhnya agar tetap dapat mengisi perut dengan makanan, dan bernapas dalam kemewahan. Namun ia selalu memendamkan suatu impian besar, yakni kebebasan. Bebas dari kehidupannya selama ini. Ia merasa letih. Ia selalu mengeluh akan nasibnya, mengapa harus ia yang menjadi korban dan terperangkap dalam dunia ini? 
Bagi beberapa orang menjadi perawan memang bukanlah pilihan.

Hingga suatu hari ia menemui seorang wanita yang sedang menceritakanku cerita ini. Gadis ini menceritakan segala sesuatunya pada wanita yang baru dikenalnya ini. Hati wanita ini ikut tergugah dan akhirnya memutuskan untuk membantunya keluar dari dunia tersebur. Beberapa usaha dicobanya, hingga akhirnya ia berhasil mengeluarkan gadis ini dari dunianya. Membawanya ke bentuk realitas yang baru di mana ia bisa bekerja tanpa perlu ada sentuhan tubuh. Gadis yang besar tanpa riwayat pendidikan ini mencoba beberapa pekerjaan. Namun tak satupun pekerjaan membuatnya bertahan. Kebutuhannya terlampau tinggi untuk dipenuhi dengan pekerjaan sebatas menjadi pelayan, atau sebagainya. Pada akhirnya pun ia kembali ke tempat prostitusi itu. Kebebasan yang diimpikannya ternyata hanyalah kesengsaraan lain.

Kebebasan. Sebuah istilah yang seringkali dijadikan iming-iming, imbalan, dan suatu tujuan yang menyenangkan. Hingga pada akhirnya, siapapun yang mengejar kebebasan tersebut akan sadar, bahwa tidak pernah benar-benar ada apapun yang mereka sebut sebagai kebebasan itu. Pengejar kebebasan akan sadar bahwa kebebasan yang dikejarnya hanyalah bentuk keterikatan pada hal lain.

Comments

Popular posts from this blog

Rekonstruksi Realitas Dalam The Truman Show

     The Truman Show merupakan film yang mencerikatan tentang bagaimana seorang lelaki, Truman Burbank (Jim Carrey), yang sebenarnya lahir, dan tumbuh dalam pertunjukan televisi. Pada akhir filmnya, Truman berusaha untuk mengetahui batas “panggung” pertunjukannnya, dan keluar dari pertunjukan televisi tersebut. Pengambilan sudut pandang kamera dalam film ini juga menggunakan sudut pandang kamera tersembunyi. Sepanjang film juga ditayangkan iklan (beer, coklat) untuk memperjelas posisinya sebagai pertunjukan televisi komersial.   The Truman Show secara tersirat juga menggambarkan bagaimana realitas yang ada di sekeliling kita, sejak kita lahir hingga tumbuh dewasa, merupakan hasil konstruksi yang dibuat oleh orang-orang di sekitar kita. Kita memercayai sesuatu ketika banyak orang yang juga percaya akan hal itu. Seperti yang dikatakan Christof, “we accept the reality of the world with whick we’re presented. It’s as simple as that” [ Scene ketika Cristof menjelaskan Mika, mengapa Truman...

Are We Really Change?

“You have changed” “You’re not the same person I used to know” “Now you’re just somebody that I used to know” Those lines that we used to hear in each critical conflict between couple, bestfriend, or I should said in a dramatical situation. Sometimes, change could be a big challenge, that you have to sacrifice something important in your life, saying yes to one thing that means no to many things, standing on the different perspective of your life. If we looked into how a person that totally out of shape of his body could turned into a deadly strong and shaped one. How? Sacrifice. He sacrifice his time, fatigue, he conquered himself to be a better one. He believed that you don’t have to be great to start, but you have to start to be great. He believed in progress, that everything has a process. The more he trained, the bigger progressed he will received. Train makes progress, progress makes perfect. The more you open your mind, the more often you change your perspecti...

Shattered Glass dan Jurnalistik

  Film Shattered Glass (2003) yang disutradai Billy Ray ini menceritakan tentang seorang jurnalis muda bernama Stephen Glass (Hayden Christensen) yang bekerja di New Republic. Harian New Republic ini lebih cenderung ke arah politik, dan menjadi media acuan para petinggi politik dan pihak kepresidenan. Film ini memberikan perspektif bagaimana cerita di ruang editorial koran ini sendiri. Ketegangan ini bermula ketika pihak hotel menelpon pihak koran mengenai detail dalam berita tulisan Stephen yang dinilai salah. Micheal, selaku editor dalam struktur redaksi tersebut, memanggil Stephen untuk memastikan tulisannya. Stephen akhirnya mengaku, dia tidak memverifikasi data tersebut kembali, melainkan hanya menyimpulkan apa yang dia lihat dan menjadikannya sebagai fakta untuk bahan berita. Micheal tidak memecat Stephen atas apa yang ia lakukan. Micheal memang dikenal dalam lingkup redaksi tersebut sebagai sosok editor yang selalu melindungi pegawainya atas karya-karya mereka, dan bertanggu...