Skip to main content

Akhirnya, Penulis Menulis

(Sebelumnya, dipublikasikan di Jakarta Beat)

Perkenalkan. Ia seorang pria. Terobsesi menjadi penulis. Pria bingung. Bagaimana memulai tulisan. Kalimat utama sulit. Sungguh sulit. Begini saja! Eh, akan terlihat bodoh. Kalau begini? Terlihat murahan. Sungguh sulit. Lembar kosong. Selalu lembar kosong. Sungguh membingungkan.

Perkenalkan. Seorang mahasiswa yang terjebak dalam jurusan yang tak diinginkannya. Sungguh. Mengapa aku di sini. Pikirnya. Muak dengan angka. Muak dengan tabel. Aku ingin jadi penulis, Pa! Selesaikan dulu kuliahmu ini! Jadi? Hidup. Napas. IPK pas-pasan. Kok bisa pas? Titip absen. Tugas? Selesai. Pusing. Selesai sih. Pusing banget. Muak. Tapi dikerjain. Selalu memaki tugas. Selesai juga sih. Maki lagi. Bukan di sini seharusnya. Tabel lagi. Laporan. Muak. Selesai lagi. Sesekali mengulang mata kuliah. Selesai juga sih. Sesekali telat mengumpulkan tugas. Ditolak. Lain kalinya? Selesai dong! Kok bisa? Usaha. Kok bisa bertahan? Terima nasib. Sekarang? Hidup. Napas. Makan. Minum. Tidur. Buang air besar. Semester lima. IPK pas-pasan.

Perkenalkan. Seorang anak yang muak dengan keluarganya. Ternyata hidup sendiri lebih memuakkan. Kosan. Berantakan sungguh. Muak. Uang pas-pasan. Cuci baju? Malas! Laundry? Mahal! Bar! Tak punya kendaraan untuk pulang malam-malam! Jadi? Oplosan. Anggur murah tambah bir. Anggur murah tambah soda. Itu pun berarti memotong uang makan malam untuk tiga hari. Negara kapitalis! Lalu? Nasib.

Perkenalkan. Ia pria standar. Mengerjakan hal-hal standar. Butuh uang. Gak punya uang. Butuh makan. Makan. Mau makan enak. Gak bisa makan enak. Gak punya uang. Jadi? Kadang mie. Kadang warteg. Sesekali warkop. Seringkali seduh kopi sendiri. Mau seks. Muka pas-pasan. Gak punya uang. Gak jadi seks.

Ohya. Ia penulis. Selalu bingung. Selalu lembar kosong. Ketik. Hapus. Ketik. Hapus. Selalu. Mengapa? Entah. Ia penulis. Kopi untuk inspirasi. Oh iya bodoh! Kena maag! Hah? Ya iya, kan punya maag. Minum kopi tanpa makan. Rokok untuk inspirasi. Maag lagi! Kok bisa? Rokok mahal. Dia miskin. Uang untuk rokok. Tidak ada uang untuk makan malam. Gak makan malam. Bodoh lagi. Sembuh lagi. Ganja untuk inspirasi. Boleh dapat dari teman. Ketangkap polisi. Ah, bodoh! Makanya gakusah bawa motor teman kalau tak punya SIM. Denda. Penjara untuk para idealis. Masih ganja. Kok ganja? Karena enak! Bohong! Yasudah. Berhenti. Mengapa? Kan gak punya duit! Inspirasi gimana? Gakada! Keenakan giting. Makan. Tidur. Lupa menulis. Alkohol untuk inspirasi. Patungan. Berlima. Tongkrongan kampus. Gerombolan jarang kelas. Hobi titip absen. Gerombolan jarang nugas. Banyak ngulang. Masih aman. Gak dropout. Gerombolan tanpa pacar. Gerombolan dekil. Gitar. Alkohol. Percakapan. Tawa. Malam sampai pagi. Tidur. Gak kelas. Absen abis. Lupa titip absen. Celaka. Jatah absen habis. Gak bisa UAS. Celaka lagi. Dosen killer. Tambah celaka. Mampus kalian! Masih belum nulis. Jatuh cinta. Nulis? Tunggu, chat dulu. Chat lagi. Chat terus. Gagal dekat. Dianggap teman. Kasihan. Mampus! Galau. Air mata. Lara. Menyayat. Lagu sedih. Lana Del Rey. Bukan! Cowok tangguh bukan Lana. Lantas apa? Pupus. Dani. Air mata lagi. Tidur. Susah makan. Tidak makan. Uang makan tertabung. 200 ribu. Ayam kampus untuk inspirasi. Kurang uangnya! Alkohol lagi saja. Alkohol untuk inspirasi. Patungan lagi. Berempat. Satu dipenjara. Ada polisi, ada ganja, tak ada uang, Tongkrongan kampus lagi. Gerombolan jarang kelas lagi. Hobi titip absen lagi. Gerombolan jarang nugas lagi. Banyak ngulang lagi. Beberapa tidak aman. Beberapa hampir dropout. Gerombolan tanpa pacar lagi. Gerombolan dekil lagi. Gitar lagi. Alkohol lagi. Percakapan lagi. Tawa lagi. Malam sampai pagi lagi. Tidur lagi. Gak kelas lagi. Absen abis lagi. Lupa titip absen lagi. Celaka lagi. Jatah absen habis lagi. Gak bisa UAS lagi. Celaka lagi lagi. Dosen killer lagi. Tambah celaka lagi. Dua dropout. Mampus kalian! Masih belum nulis. Uang habis. Kurus. Lapar. Semester delapan. Wah, mau lulus. Tidak! Masih banyak ngulang. Kapan dong? Tiga tahun lagi. Mungkin. Bila lancar. IPK tidak aman. IPK mengkhawatirkan. IPK kritis. IPK butuh obat. IPK butuh diperhatikan. IPK butuh kasih. IPK butuh penulis. Hah? Penulis gagal. Oh.

Ia masih penulis. Kuliah lagi. Gerombolan bubar. Sebagian dropout. Sebagian penjara. Gak punya gerombolan. Gak kenal teman sekelas. Junior. Gengsi. Butuh! Butuh titip absen. Butuh junior. Kenalan. Gerombolan baru. Gerombolan junior. Alkohol lagi. Beda gerombolan. Alkohol terus. Ganja terus. Alkohol lagi. Ganja lagi. Titip absen lagi. Masalah lagi. Ngulang kelas lagi. IPK ujung tanduk. Semester sepuluh. Masih ada kelas. Gerombolan bubar. Ada yang lulus. Ada yang dropout. Ada yang tobat. Ada yang penjara. Oh iya! Kan mau jadi penulis. Buka lembar kosong lagi. Bingung lagi. Makan dulu. Minum dulu. Buka sosial media dulu. Buang air besar dulu. Ngaca dulu. Pecahin jerawat dulu. Rapiin lemari dulu. Nyapu dulu. Ngepel dulu. Tidur dulu. Bangun. Lupa mau nulis. Kuliah. Ngulang mata kuliah. Tanpa gerombolan lagi. Cari gerombolan baru? Gak ah. Udah tua. Udah tobat. Kuliah. Nugas. Bikin laporan. Bikin esai. Bikin tabel. Lulus mata kuliah. IPK mundur dari ujung tanduk. Gak jadi loncat dari tanduk. Semester dua belas. Gak kenal junior. Udah tua. Masih kelas. Ah! Lupa lagi mau jadi penulis. Buka laptop. Buka word. Putih. Garis kedap-kedip. Ah! Ide! Tapi tunggu! Tugas! Sisa dua semester. Benerin kuliah. Nugas dulu. Nugas dulu lagi. Nugas dulu lagi lagi. Nugas dulu lagi lagi lagi. Lulus. Haft. Aman. Sisa satu semester. Skripsi! Kalau tidak selesai? Dropout! Masih tobat. Tidak punya teman. Masih tidak punya duit. Masih makan. Masih minum. Masih tidur. Masih tidak punya gerombolan. Buka word. Mau jadi penulis. Skripsi dulu. Mau jadi penulis lagi. Skripsi dulu lagi. Sidang. Lulus. Berhasil. Tepat di penghujung waktu.

Ia penulis. Mari menulis. Tunggu! Sudah tidak ada kiriman dari orang tua. Cari kerja. Ketemu tabel. Ketemu angka. Dapat uang. Kurang. Naik pangkat. Masih kurang. Korupsi kecil. Masih kurang. Korupsi banyak. Masih tetap kurang. Korupsi ramai-ramai. Gerombolan baru. Masih kurang. Korupsi ramai-ramai lagi. Satu masuk penjara. Gerombolan bubar. Ah, mau jadi penulis! Mari menulis. Liburan dulu. Bali. Lombok. Kurang! Paris. Tokyo. Dubai. Pulang. Tulis! Istirahat dulu. Kesepian. Punya uang. Sewa perempuan. Masih kesepian. Sewa dua. Masih kesepian. Sewa banyak. Tetap kesepian. Tiga puluh lima tahun. Mobil. Rumah. Pulau. Masih kurang. Masih kesepian. Gerombolan baru. Korupsi baru. Masih kurang. Masih kesepian. Wanita baru. Model. Dekat. Nikah. Anak. Gerombolan masih. Korupsi baru. Masih kesepian. Masih kurang uang. Keluarga bikin pusing. Gerombolan kepergok. Media sok tahu. Polisi sok tahu. Semua sok tahu. Semua tiba-tiba benar-benar tahu. Bingung. Stress. Depresi. Buka laptop. Tulis! Bingung! Apa? Untuk siapa? Tarik pistol. Tembak di kepala. Akhirnya tidak putih lagi. Layar merah. Tulisan selesai.

Comments

Popular posts from this blog

Rekonstruksi Realitas Dalam The Truman Show

     The Truman Show merupakan film yang mencerikatan tentang bagaimana seorang lelaki, Truman Burbank (Jim Carrey), yang sebenarnya lahir, dan tumbuh dalam pertunjukan televisi. Pada akhir filmnya, Truman berusaha untuk mengetahui batas “panggung” pertunjukannnya, dan keluar dari pertunjukan televisi tersebut. Pengambilan sudut pandang kamera dalam film ini juga menggunakan sudut pandang kamera tersembunyi. Sepanjang film juga ditayangkan iklan (beer, coklat) untuk memperjelas posisinya sebagai pertunjukan televisi komersial.   The Truman Show secara tersirat juga menggambarkan bagaimana realitas yang ada di sekeliling kita, sejak kita lahir hingga tumbuh dewasa, merupakan hasil konstruksi yang dibuat oleh orang-orang di sekitar kita. Kita memercayai sesuatu ketika banyak orang yang juga percaya akan hal itu. Seperti yang dikatakan Christof, “we accept the reality of the world with whick we’re presented. It’s as simple as that” [ Scene ketika Cristof menjelaskan Mika, mengapa Truman...

Rekam Jejak Ganja Sintetis

Mendengar dan mendapat informasi dari beberapa pengguna, seperti R dan T tentang penggunaan ganja sintetis. Mereka mengatakan bagaimana mendapatkan “barang” (ganja sintetis) itu dan keduanya mengakui betapa mudah mendapatkannya. Dari sana, kami menelusuri sebenarnya bagaimana awal mula atau rekam jejak mengenai ganja sintetis ini. Sebagai aktivis yang bergerak untuk melegalkan ganja, Dhira Narayana dari Lingkar Ganja Nusantara (LGN), mengaku pernah mendapatkan ganja sintetis ini sekitar tahun 2012 yang ia dapatkan dari temannya. Ia pun mengaku tertipu karena ternyata efek yang dihasilkan berbeda dari yang alami. Baginya ganja sintetis itu lebih berbahaya. “Ya, pertama kali make ketipu di tahun 2012 dibawa sama temen dibilangnya ganja. Ketika saya pakai awalnya gelap. Rasanya seperti melihat langit tapi kayak cahaya-cahaya. Saya jadi parno, mau balik ke dunia biasa gak bisa dan saya ketakutan. Cuma 5-10 menit dan hilang. Saya gak mau make lagi, yang pasti itu berbahaya karena k...

Perbedaan dari yang Serupa

Penamaan ganja sintetis ternyata dianggap kurang tepat bagi beberapa orang. Kami berhasil mewawancarai beberapa orang untuk mencari tahu apa saja perbedaan dari yang “katanya” ganja sintetis atau tepatnya sintetik cannabinoid (SC) dan ganja alami. Hasil yang kami gali berkaitan dengan penamaan, efek yang dirasakan, hingga pada dampaknya. Mereka menyadari perbedaan tersebut biasanya setelah pernah memakai keduanya. RF, salah satu pengguna aktif dari SC mengaku awalnya ia diberi yang ganja alami. Ia merasakan efek yang berbeda ketika menggunakan ganja alami dan SC. “Awalnya nyobain sekali dan gak langsung dikasih ganja sintesis tapi dikasih ganja asli terus gua senang karena efeknya enak. Dari situ gak mau lagi dan itu cuma buat iseng-iseng aja. Abis itu gua make yang sintetis, pertamanya gak enak, terus kedua kali nyoba lagi di waktu yang berbeda dengan jeda waktu dua mingguan lah, awal make di bulan Maret. pas nyobain satu setengah ternyata emang bener enak dari situ besok besoknya...