Skip to main content

Payung Hukum Belum Kuat


Ganja sintetis atau tembakau super merupakan new psychoactive substances (NPS) atau narkoba jenis baru. Ia telah beredar cukup lama di Indonesia, tapi diakui oleh hukum awal tahun ini, tepatnya pada 9 Januari 2017. Ia ditetapkan masuk ke golongan 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sebelumnya, telah banyak terjadi penangkapan. Di wilayah Jawa Barat sendiri, penangkapan pertama kali dilakukan di Garut pada awal 2015. Namun tidak dapat dipidana atas asas legalitas, yakni nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali atau tidak ada tindak pidana jika belum ada undang-undang pidana yang mengaturnya lebih dahulu.

“Kami hanya menerapkan sanksi sosial dengan cara memberi tahu kepada orang tuanya bahwa anak Anda menggunakan tembakau yang diduga mengandung narkotika,” ujar Mulyadi selaku Kabag Bin Opsnal Dit Res Narkoba di Polda Jabar.

Hal yang menjadi masalah lain adalah setelah diberlakukannya aturan terkait ganja sintetis ialah belum adanya alat pengecekan apakah seseorang menggunakan ganja sintetis atau tidak. Ketika ada pernyataan bahwa ada alat pendeteksinya, biasanya alat tersebut hanya mampu mendeteksi beberapa varian, bukan segala variannya. Hal tersebut karena varian yang cukup banyak dari ganja sintetis itu sendiri. Menurut Adhi Hidayat, selaku pihak dari Kementerian Kesehatan sekaligus Psikiater di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, sejauh ini cara yang dilakukan lewat wawancara. Salah satu ciri-ciri khususnya ialah pengguna cenderung gelisah.

Penangkapan yang dilakukan sejauh inipun berdasarkan kepemilikan dari ganja sintetis itu sendiri. Cara mengetahui pengguna atau bukannya sendiri belum disosialisasikan lebih jauh kepada pihak-pihak lokal. Hal tersebut dinyatakan oleh Riki Setiadi dari Polres Sumedang.

Selain itu, menurut Hari dari Badan Narkotika Nasional, salah satu hal yang masih sering menjadi permasalahan dalam hukum di bidang narkotika ialah belum hadirnya hukum yang mampu memayungi NPS atau zat-zat narkotika baru. Ganja sintetis ini pun memiliki varian yang sangat banyak sehingga sulit untuk mendeteksi dibuat dari apa dan kandungannya apa.

“Karena semakin banyaknya zat baru maka seharusnya dibuat kebijakan yang sifatnya umbrella. Misalnya disebutkan zat-zat yang memiliki efek yang sama dengan zat-zat yang sudah berada dalam hukum akan masuk ke aturan yang sama. Jika mengikuti tren, akan sampai kapan? Aturan dibatasi, dia akan eksperimen lagi. Variannya akan banyak,” ujar Hari.

Hukum yang berbentuk payung sebagaimana yang dikatakan oleh Hari telah ditetapkan di Inggris mulai Mei 2016. Hukum tersebut menyatakan bahwa semua zat-zat atau jenis narkotika/obat-obatan yang dapat menimbulkan efek psikoaktif dilarang, kecuali untuk alkohol, tembakau, dan kafein.

Dania Putri sebagai Ahli Aturan Obat-Obat Internasional dan Kebijakan Obat-Obatan di Asia Tenggara berpendapat bahwa kehadiran ganja sintetis ini sendiri merupakan efek balon dari diilegalkannya ganja alami itu sendiri. Di percakapannya dengan kami lewat surat elektronik, ia menegaskan efek balon yang dimaksud ialah ketika pemerintah melarang satu jenis zat psikoaktif atau narkotika, misalnya dengan cara membasmi ladang ganja atau menangkap seorang bandar, pemerintah tidak menyadari bahwa nantinya, ladang-ladang ganja baru akan muncul (di tempat yang berbeda), dan bandar-bandar baru akan muncul (dengan taktik yang berbeda). Ganja sintetis, yang awal kehadirannya masih tidak terikat dengan hukum, merupakan bentuk alternatif baru untuk penggunaan ganja karena diilegalkannya ganja.

Ketika membahas tentang legalisasi ganja di Indonesia sendiri mengundang banyak pro dan kontra. Kami pun tidak akan membahasnya dalam tulisan ini. Bentuk jalan keluar dari permasalahan yang diambil setiap negaranya memang cukup beragam. Di Belanda sendiri, hukum terkait narkotika menggunakan pendekatan harm reduction, yakni pengurangan dampak buruk terkait narkotika, sehingga penggunaannya tidak dilarang, melainkan dikontrol. Hal tersebut berbeda dengan Inggris yang melarang seluruh zat-zat serupa yang menimbulkan efek psikoaktif.




Ditulis oleh: Fadiyah dan Muhammad Iqbal
Tulisan terkait:
"Mainan" Baru Candu Baru 
Alternatif Baru Dari Ganja Alami 
Rekam Jejak Ganja Sintetis 
Perbedaan Dari Yang Serupa
Gangguan Akibat Synthetic Cannabinoid

Comments

Popular posts from this blog

Rekonstruksi Realitas Dalam The Truman Show

     The Truman Show merupakan film yang mencerikatan tentang bagaimana seorang lelaki, Truman Burbank (Jim Carrey), yang sebenarnya lahir, dan tumbuh dalam pertunjukan televisi. Pada akhir filmnya, Truman berusaha untuk mengetahui batas “panggung” pertunjukannnya, dan keluar dari pertunjukan televisi tersebut. Pengambilan sudut pandang kamera dalam film ini juga menggunakan sudut pandang kamera tersembunyi. Sepanjang film juga ditayangkan iklan (beer, coklat) untuk memperjelas posisinya sebagai pertunjukan televisi komersial.   The Truman Show secara tersirat juga menggambarkan bagaimana realitas yang ada di sekeliling kita, sejak kita lahir hingga tumbuh dewasa, merupakan hasil konstruksi yang dibuat oleh orang-orang di sekitar kita. Kita memercayai sesuatu ketika banyak orang yang juga percaya akan hal itu. Seperti yang dikatakan Christof, “we accept the reality of the world with whick we’re presented. It’s as simple as that” [ Scene ketika Cristof menjelaskan Mika, mengapa Truman...

Rekam Jejak Ganja Sintetis

Mendengar dan mendapat informasi dari beberapa pengguna, seperti R dan T tentang penggunaan ganja sintetis. Mereka mengatakan bagaimana mendapatkan “barang” (ganja sintetis) itu dan keduanya mengakui betapa mudah mendapatkannya. Dari sana, kami menelusuri sebenarnya bagaimana awal mula atau rekam jejak mengenai ganja sintetis ini. Sebagai aktivis yang bergerak untuk melegalkan ganja, Dhira Narayana dari Lingkar Ganja Nusantara (LGN), mengaku pernah mendapatkan ganja sintetis ini sekitar tahun 2012 yang ia dapatkan dari temannya. Ia pun mengaku tertipu karena ternyata efek yang dihasilkan berbeda dari yang alami. Baginya ganja sintetis itu lebih berbahaya. “Ya, pertama kali make ketipu di tahun 2012 dibawa sama temen dibilangnya ganja. Ketika saya pakai awalnya gelap. Rasanya seperti melihat langit tapi kayak cahaya-cahaya. Saya jadi parno, mau balik ke dunia biasa gak bisa dan saya ketakutan. Cuma 5-10 menit dan hilang. Saya gak mau make lagi, yang pasti itu berbahaya karena k...

Perbedaan dari yang Serupa

Penamaan ganja sintetis ternyata dianggap kurang tepat bagi beberapa orang. Kami berhasil mewawancarai beberapa orang untuk mencari tahu apa saja perbedaan dari yang “katanya” ganja sintetis atau tepatnya sintetik cannabinoid (SC) dan ganja alami. Hasil yang kami gali berkaitan dengan penamaan, efek yang dirasakan, hingga pada dampaknya. Mereka menyadari perbedaan tersebut biasanya setelah pernah memakai keduanya. RF, salah satu pengguna aktif dari SC mengaku awalnya ia diberi yang ganja alami. Ia merasakan efek yang berbeda ketika menggunakan ganja alami dan SC. “Awalnya nyobain sekali dan gak langsung dikasih ganja sintesis tapi dikasih ganja asli terus gua senang karena efeknya enak. Dari situ gak mau lagi dan itu cuma buat iseng-iseng aja. Abis itu gua make yang sintetis, pertamanya gak enak, terus kedua kali nyoba lagi di waktu yang berbeda dengan jeda waktu dua mingguan lah, awal make di bulan Maret. pas nyobain satu setengah ternyata emang bener enak dari situ besok besoknya...